Sidang Lokasi Sempat "Ricuh" Karena Ular! Gugatan Ahli Waris Edwin Lomban Vs PT Ciputra Kembali Berlanjut -->

Iklan Semua Halaman

Sidang Lokasi Sempat "Ricuh" Karena Ular! Gugatan Ahli Waris Edwin Lomban Vs PT Ciputra Kembali Berlanjut

Jumat, 14 Februari 2025
Sidang Lokasi, Gugatan Ahli Waris Edwin Lomban Vs PT Ciputra Kembali Berlanjut 


MANADOPOSITIF.ID-

Di bawah terik matahari yang menyengat, sengketa tanah yang melibatkan Edwin Lomban dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) kembali memasuki babak baru. Gugatan yang sudah belasan kali diajukan oleh ahli waris Lomban ini kembali diuji dalam sidang lokasi yang digelar oleh Pengadilan Negeri Manado.


Sidang lokasi ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ronald Massang SH MH, didampingi oleh hakim anggota Philip Pangalila SH MH, serta Panitera Pengganti (PP). Lokasi objek sengketa terletak di Kelurahan Bumi Nyiur, Jl. Ring Road, Manado. Kedua belah pihak hadir lengkap, baik dari tim kuasa hukum penggugat maupun tergugat, serta perwakilan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manado yang menurunkan lima petugas.


Dalam proses pengecekan titik batas tanah, suasana sempat memanas. Edwin Lomban bersama kuasa hukumnya, Edmund Undap SH, menunjuk sedikitnya lima titik yang menurut mereka merupakan bagian dari lahan warisan yang disengketakan. Di sisi lain, pihak PT Ciputra tetap kukuh bahwa tanah tersebut telah melalui proses legal yang sah, dengan sertifikat kepemilikan yang sudah diuji di pengadilan.


Di tengah panasnya diskusi dan panasnya cuaca, ketegangan sempat mencair sejenak ketika salah satu perwakilan dari pihak tergugat tiba-tiba melemparkan perhatian ke arah semak-semak.

“Hati-hati di situ, ada ular,” ucapnya, seakan ingin mengalihkan fokus dari perdebatan sengit yang sedang berlangsung.


Namun, ucapan itu justru mendapat respons tajam dari pihak penggugat.


“Bagus ba dekat dua-dua supaya ular tahu mana yang betul dan mana yang tidak,” sergah salah satu dari mereka dengan emosi.


Mendengar itu, seorang jurnalis berdarah NTT yang dikenal dengan sebutan HUT Kamrin tak ingin ketinggalan dalam momen tersebut. Dengan gaya khasnya, ia spontan menyindir,


“Iyo, ada ular sarjana hukum di situ, jadi dia paham mana yang betul dan mana yang tidak.”


Gelak tawa kecil pun terdengar di sela-sela ketegangan, sebelum akhirnya persidangan kembali serius.

Proses penujukan titik lokasi tanah sengketa 

Sengketa tanah ini bukan yang pertama kali terjadi. PT Ciputra mengklaim bahwa mereka telah memiliki tanah tersebut melalui proses pelepasan hak yang legal, bahkan sudah mendapatkan sertifikat hak milik (SHM).


Kuasa hukum PT Ciputra, Doan Tagah SH MH, menegaskan bahwa tanah ini sudah berkali-kali diuji di pengadilan, baik di tingkat Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), hingga Kasasi Mahkamah Agung (MA). Bahkan, putusan eksekusi telah dijalankan sejak tahun 2019 oleh Pengadilan Negeri Manado.


"Semua alas hak dan legalitas kepemilikan PT Ciputra maupun klaim dari ahli waris Lomban sudah diuji di pengadilan. Ada 12 bukti putusan dan bukti pengosongan lahan yang telah kami lampirkan," ujar Doan.


Dalam eksekusi yang dilakukan pada 7 Agustus 2019, Tim Eksekusi Pengadilan Negeri Manado yang dipimpin oleh Jurusita Yannes Kategu, SHL, telah mengosongkan objek sengketa dan menyerahkannya kembali kepada pemohon eksekusi. Bahkan, beberapa bangunan yang ada di lokasi, termasuk milik anggota TNI dan gereja, telah dibongkar sesuai dengan kesepakatan hukum.


Hamamnudin SH, salah satu kuasa hukum PT Ciputra, menegaskan bahwa mereka tetap mengikuti proses hukum yang berlaku.

“Kami tidak khawatir. Sengketa ini sudah belasan kali dimenangkan oleh kami. Artinya, legalitas dan alas hak kami sudah teruji bahkan menjadi dasar eksekusi,” katanya.


Sengketa tanah di Manado memang bukan hal baru, tetapi yang satu ini memiliki sejarah panjang dengan berbagai putusan yang menguatkan PT Ciputra. Namun, di balik dokumen dan sidang formal, cerita-cerita kecil di lapangan justru memberi warna tersendiri—mulai dari ketegangan antara penggugat dan tergugat, intervensi jurnalis yang melontarkan sindiran tajam, hingga hadirnya "ular" yang entah benar-benar ada atau hanya bagian dari permainan psikologis di tengah persidangan terbuka.


Satu hal yang pasti, sidang ini bukanlah akhir. Bagi Edwin Lomban, perjuangan hukum terus berlanjut. Sementara bagi PT Ciputra, setiap sidang baru hanyalah pengulangan dari kemenangan-kemenangan sebelumnya. Namun, akankah drama di lapangan suatu hari berbuah hasil yang berbeda? Ataukah ini hanya cerita panjang yang terus berputar dalam lingkaran hukum yang sama? Waktu yang akan menjawab.